ALAT PENYIANG PADI SAWAH
KUSWANA ORGANIK
AKOBETOR K
A.
DASAR
PEMIKIRAN
1.
Susahnya
Tenaga keja untuk menyiang Gulma tanaman padi sawah
2.
Jarak
tanam yang teratur plus Legowo
3.
Penyiangan
harus tepat waktu sesuai pertumbuhan gulma
4.
Tanah
sawah tempat tumbuhnya tanaman harus tetap subur dan gembur
B.
TUJUAN
1.
Untuk
menanggulangi susahnya tenaga kerja Penyiang gulma/Rambet padi sawah
2.
Mengerjakan
Penyiangan Sesuai waktu yang di tentukan
3.
Membersihkan
Gulma yang menjadi pesaing hidup bagi tanaman pokok
4.
Waktu
Pengenjaan Penyiangan menjadi lebih
singkat
5.
Agar
tanah menjadi subur dan Gembur
C.
KELUARAN
1.
Pertumuhan
tanaman menjadi cepat sesuai fotensinya
2.
Terjadi
peningkatan Produksi
3.
Pemuda
tani mau terjun kesawah untuk menyiang dengan menggunakan mesin
4.
Untuk
Melancarkan sirkulasi udara disekitar tanaman padi
5.
Terjaga
kelestarian keaneka ragaman hayati
D.
KEUNTUNGAN
1.
Dilihat
dari asfek Ekonomi :
a.
Biaya
lebih murah karena tidak menggunakan
tenaga kerja banyak
b.
Efesiensi
waktu relatif Cepat
2.
Dilihat
dari Asfek Teknologi Mudah dalam
mengerjakan , ringan alatnya dapat dilakukan oleh remaja atau orang tua yang lanjut (karena
alat bisa di gendong/ditenteng )
3.
Dilihat
dari asfek Ekologi : Tanaman pokok tridak terganggu, Keberadaan Musuh alami dan Serangga Pengurai
tetap lestari sehingga hama akan terkendali,
tanah menjadi gembur dan subur
Jika memerlukan
hubungi Kuswana 081909438062 dan
081299114600 agen tunggal indonesia
Hatur Nuhun
Selamat
Mencoba
Alat menyiang Padi sawah motor
Bab I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Pengendalian hama terpadu (PHT)
sebagai kebijakan perlindungan tanaman telah diperkuat secara hukum dengan UU
no 12 Tahun 1992 tentang system budidaya tanaman , PP no 6 tahun 1995 tentang
perlindungan tanaman , inpres No 3 Tahun 1986 tentang peningkatan pengendalian
hama Wereng Batang Coklat pada Tanaman Padi
dan keputusan mentri pertanian No 887/kpts/ot.210/9/97 (pedoman
pengamatan Perlindungan tanaman Departemen pertanian 2008)
Pemusnahan Media pembawa Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) merupakan bagian dari Pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
yang direkomendasikan atas dasar hasil pengamatan Petugas Pengendali Organisme
Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan Petugas
Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (POPTK) yaitu untuk menekan sebaran OPT dan memotong
siklus selanjutnya .
Dengan melihat latar belakang
tersebut maka petugas perlu mengetahui dan memahami Tata cara Pemusnahan media
pembawa OPT secara utuh.
1.2.
Identifikasi masalah
Untuk menekan sebaran
OPT (Tunggro) dengan cara Pemusnahan secara selektif atau eradikasi selektif
Petani sebagai pelaku usaha
tani/pemilik lahan usaha tani agar dapat Melakukan pemusnahan media pembawa OPT
yang direkomendir serta dibimbing oleh POPT/POPTK
1.3.
tujuan
Petugas mengetahui tata cara
pemusnahan media pembawa OPT Tungro secara epektif dan akurat, Petugas mau dan
mampu melakukan pembimbingan teknik pemusnahan media pembawa OPT .
Bab II
BAHAN DAN METODA
2.1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
kegiatan pemusnahan media pembawa OPT adalah pada saat menunjukan gejala
serangan yang berasumsi bakal menyebar
kepertanaman yang terancam (belum terserang)
2.2. Metoda pengamatan
2.2.1 Untuk menentukan langkah-langkah pemusnahan
perlu adanya pengamatan dengan Metode pengambilan contoh sebagaimana acuan pada
petunjuk pedoman pengamatan dan pelaporan perlindungan tanaman pangan 2008
Pengamatan
dilakukan dengan pengambilan contoh pada hamparan yang dicurigai , yang diamati
3 (tiga )petak contoh yang terletak pada perpotongan garis diagonal (A), dan
perpotongan- perpotongan garis diagonal tersebut (B dan C) diambil 10 ()sepuluh
rumpun tanaman contoh secara diagonal acak sistematis yang dimulai pada rumpun
ke 5(lima) dengan interval 5 langkah
Gambar
2.2.2 Penilaian kerusakan
Penilaian kerusakan pada tanaman padi
yang di akibatkan oleh virus
tungro dapat di katagorikan kerusakan
mutlak maka menggunakan rumus
yang digunakan adalah sebagaimana dalam buku (Pedoman Pengamatan
dan pelaporan perlindungan Tanaman
Departemen Pertanian 2008 )
a
l = X 100 %
a + b
Keterangan :
l = Intensitas serangan
a = Banyaknya contoh (daun, pucuk,binga, buah,malai,
gabah,tunas, tanaman,Rumpun/bagian
tanaman) yang rusak mutlak atau dianggap
rusak mutlak
b = banyaknya contoh yang tidak rusak (tidak
menunjukan gejala serangan)
2.3
Alat dan Bahan
Alat bahan yang digunakan : Jaring
serangga, Plastik gula 2,5 Kg,Hand
counter dan Calkulator
2.4
pelaksanaan
Petugas
melakukan Pengamatan /diagnose OPT
dilapang berdasarkan gejala yang dapat diamati secara Visual adalah dengan
melihat bentuk gejala pada tanaman mulai dari daun batang dan akar
Bab lll
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil pengamatan (Data terlampir) bahwa keadaan serangan Tungro menunjukan
serangan diatas 12 (dua belas) % dan populasi Wereng Hijau sebagai vector virus
tersebut, menunjukan rata-rata 5 (ekor )
per rumpun pada umur tanaman 45 Hari
setelah tanam (Hst),varietas Ciherang (peka penyakit Tungro), dianggap terancam
seluas 25 Ha. Tanaman yang terserang merupakan sumber inokulum dari pada OPT
tungro.
Jika tidak dilakukan pemusnahan
inokulum (tanaman terserang) akan
menyebar ketanaman lain yang masih sehat/terancam,
yang penyebarannya melaui vector wereng
hjau (Nephotettix virescens).untuk
itu perlu adanya perlakuan pemusnahan media tersebut dengan cara pencabutan
tanaman terserang dan sekaligus pembenaman, serta perlakuan aplikasi pestisida
spesipik untuk pengendalian Wereng hijau(Nephotettix
virescens) sebagai vector (pembawa penyakit) virus tungro tersebut.
Pemusnahan media
pembawa OPT dilakuan di tinjau dari
jenis OPT yang sekiranya dapat menyebar ke daerah yang masih sehat
(terancam ) sepertihalnya penyakit Tungro, Kerdil Rumput dan kerdil hampa yang
menyerang tanaman padi , virus keriting
pada cabe , virus krupuk pada kacang-kacangan
dan yang lainya yang sekiranya dapat menyebar ketaman lain baik melalui
vector, Angin, air, benih ataupun hewan lain bahkan manusia itu sendiri maka
perlu dilakukan.
Petugas terkait (POPT) mau membimbing petani agar mereka mampu membuat pertimbangan dalam melakukan
pemusnahan media pembawa OPT serta memahami teknik pemusnahan media pembawa OPT
dengan baik dan benar jika di lihat dari aspek teknik mudah dilaksanakan, secara ekonomi murah dan menguntungkan, tidak
menimbulkan keresahan pada masyarakat (petani khususnya) serta dilihat dari aspek lingkungan bahwa keberadaan organisme
yang menguntungkan terjaga kelestarianya.
Bab lV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan.
4.1.1. Rekomendasi untuk menentukan
pemusnahan media pembawa OPT atas dasar Hasil pengamatan POPT ,
4.1.2. Perlakuan Pemusnahan media
pembawa OPT harus dilihat jenis OPTnya, Varietas, Umur tanaman, biaya dan cara
pemusnahan itu sendiri.
4.1.3. Petugas terkait (POPT) mau membimbing
petani agar mereka mau dan mampu membuat
pertimbangan dalam melakukan pemusnahan media pembawa OPT
4.2. Saran
4.2.1
Pemusnahan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan dan Rekomendasi POPT
4.2.2
Untuk melakukan pemusnahan media pembawa OPT, perlu dilihat dari jenis
tanaman, varietas, umur tanaman, waktu dan teknis atau cara yang akan digunakan
sesuai jenis Organisme penggangu tumbuhan yang menjadi masalahnya.
Disampaikan PADA RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN PENCAPAIAN
PRODUKSI SEREALIA 2012 dalam rangka
PENANGGULANGAN OPT DI LAPANGAN
Pengendalian Hama terpadu
Dipacunya produksi padi mellui pemakaian pupuk, obat-obatan, dan "input" kimia lain menjebak petani pada ketergantungan selama bertahun-tahun. Dengan pendekatan pertanian organik, Kuswana (48) membantu mengurangi ketergantungan itu.
KUSWANA
Lahir : Bandung, 16 Februari 1962
Istri : Dede Solihat (37)
Anak :
- Dian Mardiani (17)
- Syifa Nazriah (12)
- Ginanjar Prameswara (7)
Pendidikan :
- SD Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, 1971
- SMP I Cikalong Wetan, 1977
- Sekolah Pertanian Menengah Atas Padalarang, 1981
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Institut Pertanian Bogor, 1990
- Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Bandung Raya, 1995
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Universitas Respati Indonesia, 2008
Pekerjaan :
- Pengamat Organiseme Pengganggu Tanaman Dinas Pertanian Purwakarta
Organisasi :
- Ketua Paguyuban Petani Organik Purwakarta
OLEH MUKHAMMAD KURNIAWAN
"Pupuk dan obat-obatan kimia racun bagi tanah. Penggunaan secara terus menerus, dari musim ke musim, menurunkan mutu tanah sekaligus menggerogoti kantong petani," ujar Kuswana. Guna memperbaiki kandungan hara tanah dan unsur lainnya, petani harus membeli pupuk dan obatan-obatanan, terutama pada awal musim tanam.
Proses seperti itu berlangsung bertahun-tahun. tanah pun berangsur lapuk. Kuswana menyebutnya "tanah yang sakit" karena miskin hara, mikro organisme pengurai, dan daya dukung lingkungan. Pemakaian obat dan pestisidaa kimia juga membuat ekosistem kian tak seimbang. Keong, kepik, laba-laba, serangga, capung, dan ular, yang sebenarnya musuh alami bagi hewan lain, ikut terbunuh.
Berangkat dari keprihatinan itu, Kuswana membidani lahirnya paguyuban petani pada Juli 2005. Sejumlah petani bergabung untuk secara spesifik mengaplikasi pola pertanian organik. Pola itu dinilai tepat untuk mengatasi menurunnya mutu lahan pertanian, mengurangi ketergantungan pada produk kimia, menghemat ongkos produksi, serta mengantisipasi cuaca yang kian sulit ditebak.
Kuswana menuntun petani mengganti pupuk kimia dengan pupuk kandang, mengembangkan mikrobakteri pengurai untuk mempercepat pembusukan organik, membuat pestisida nabati dari bahan-bahan yang tersedia di alam, serta mengembangbiakkan musuh alami hama.
Pada tahun-tahun awal, luas lahan anggota paguyuban yang digarap secara organik mencapai 24 hektar. Jumlah itu meningkat hingga lebih dari 120 hektar saat ini.
Jumlah petani yang tergabung pada paguyuban yang bermarkas di Kecamatan Pesawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, itu juga bertambah dari 40 orang pada tahun 2005 kini menjadi lebih dari 200 petani.
Peningkatan itu tidak lepas dari keberhasilan anggota menekan ongkos produksi hingga 60 persen lebih dari rata-rata Rp. 3 juta perhektar. Hal itu juga mendongkrak produksi dari 1,5 - 2 ton gabah kering panen per hektar pada awal aplikasi organik menjadi 6-7 ton.
Serba organik
Segala permasalahan di sawah harus diupayakan dengan pendekatan organik. Kuswana meyakinkan bahwa prinsip itu bukan isapan jempol. Saat padi milik anggota terserang penyakit hawar daun atau biasa disebut kresek (bacterial leaf blight), misalnya, dia memperkenalkan coryne, bakteri antagonis bagi Xanthomonas campestris pv oryzae yang memici penyakit kresek. Sifatnya yang patogen mampu menekan serangan dan mengurangi risiko kerusakkan tanaman.
Bersama pengurus paguyuban yang lain, seperti Endang Muharam, Endang Yarmedi dan Hasan, Kuswana menjembatani kebutuhan informasi petani.
Kuswana dan PPO Purwakarta juga mengembangkan Trychogramma spp, agen hayati parasitoid bagi hama penggerek batang, serta trychoderma sp bagi jamur tumbuhan.
Selain bakteri dan mikroorganisme menguntungkan, Kuswana juga mendorong paguyuban untuk terus mencari formula pestisida nabati baru yang lebih ampuh. Beragam bahan dari alam, seperti lengkuas, serai, bengkuang, daun saga, berenuk, rimpang pangkay, daun mimba, ubi gadung, daun sirsak, buah maja, hingga air seni kambing, telah biasa mereka pakai sebagai pestisida nabati. Fungsi pupuk urea, SP 36, NPK, dan jenis lainnya digantikan dengan jerami, pohon pisang, serbuk gergaji, sekam, dan beragam kotoran hewan.
Kuswana juga mengajak petani mengembangkan sendiri mikroorganisme pengurai. Kini sejumlah petani telah mahir. Jika berlebih, mereka dengan senang hati membagikannya kepada petani lain yang butuh. Di kalangan petani organik Purwakarta, produk buatan sendiri itu biasa disebut "moretan", singkatan dari mikroorganisme rekan petani.
Menguntungkan
Dengan beragam upaya itu, petani menjadi lebih mandiri. Mereka tak perlu membeli pupuk, pestisida, dan dapat menghemat modal lebih dari 50 persen atau kurang dari Rp.2 juta per hektar. Pada musim tanam kelima dan seterusnya dengan pola organik, petani bahkan dapat menekan ongkos produksi hingga kurang dari Rp. 1 juta per hektar seiring dengan membaiknya kualitas tanah.
Kepada petani baru, Kuswana senantiasa mempromosikan keuntungan menerapkan pola organik. Saat harga beras non organik di pasar-pasar tradisional Purwakarta Rp.4.900-Rp.5.800 per kilogram, petani anggota paguyuban dapat menjual beras hasil panennya dengan harga Rp.7.000-Rp.10.000 per kilogram.
Kini sejumlah petani organik anggota paguyuban telah memiliki pelanggan. Para pelanggan itu antara lain pegawai negeri di pemerintahan daerah, karyawan swasta, juga pedagang dan kenalan di Jakarta atau Bandung.
Tiga tahun terakhir, demplot dan sawah milik paguyuban sering dikunjungi petani dan petugas pertanian dari luar Purwakarta untuk studi banding. Paguyuban pun berkembang. Kelompok Tani Mukti, salah satu anggota paguyuban, misalnya, dipercaya memproduksi pupuk kandang untuk mendukung program go organik yang dicanangkan pemerintah pada tahun ini.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 18 OKTOBER 2010
http://sutarko.blogspot.com/
KUSWANA
Lahir : Bandung, 16 Februari 1962
Istri : Dede Solihat (37)
Anak :
- Dian Mardiani (17)
- Syifa Nazriah (12)
- Ginanjar Prameswara (7)
Pendidikan :
- SD Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung, 1971
- SMP I Cikalong Wetan, 1977
- Sekolah Pertanian Menengah Atas Padalarang, 1981
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Institut Pertanian Bogor, 1990
- Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Bandung Raya, 1995
- Jurusan Hama Penyakit Tanaman Universitas Respati Indonesia, 2008
Pekerjaan :
- Pengamat Organiseme Pengganggu Tanaman Dinas Pertanian Purwakarta
Organisasi :
- Ketua Paguyuban Petani Organik Purwakarta
OLEH MUKHAMMAD KURNIAWAN
"Pupuk dan obat-obatan kimia racun bagi tanah. Penggunaan secara terus menerus, dari musim ke musim, menurunkan mutu tanah sekaligus menggerogoti kantong petani," ujar Kuswana. Guna memperbaiki kandungan hara tanah dan unsur lainnya, petani harus membeli pupuk dan obatan-obatanan, terutama pada awal musim tanam.
Proses seperti itu berlangsung bertahun-tahun. tanah pun berangsur lapuk. Kuswana menyebutnya "tanah yang sakit" karena miskin hara, mikro organisme pengurai, dan daya dukung lingkungan. Pemakaian obat dan pestisidaa kimia juga membuat ekosistem kian tak seimbang. Keong, kepik, laba-laba, serangga, capung, dan ular, yang sebenarnya musuh alami bagi hewan lain, ikut terbunuh.
Berangkat dari keprihatinan itu, Kuswana membidani lahirnya paguyuban petani pada Juli 2005. Sejumlah petani bergabung untuk secara spesifik mengaplikasi pola pertanian organik. Pola itu dinilai tepat untuk mengatasi menurunnya mutu lahan pertanian, mengurangi ketergantungan pada produk kimia, menghemat ongkos produksi, serta mengantisipasi cuaca yang kian sulit ditebak.
Kuswana menuntun petani mengganti pupuk kimia dengan pupuk kandang, mengembangkan mikrobakteri pengurai untuk mempercepat pembusukan organik, membuat pestisida nabati dari bahan-bahan yang tersedia di alam, serta mengembangbiakkan musuh alami hama.
Pada tahun-tahun awal, luas lahan anggota paguyuban yang digarap secara organik mencapai 24 hektar. Jumlah itu meningkat hingga lebih dari 120 hektar saat ini.
Jumlah petani yang tergabung pada paguyuban yang bermarkas di Kecamatan Pesawahan, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, itu juga bertambah dari 40 orang pada tahun 2005 kini menjadi lebih dari 200 petani.
Peningkatan itu tidak lepas dari keberhasilan anggota menekan ongkos produksi hingga 60 persen lebih dari rata-rata Rp. 3 juta perhektar. Hal itu juga mendongkrak produksi dari 1,5 - 2 ton gabah kering panen per hektar pada awal aplikasi organik menjadi 6-7 ton.
Serba organik
Segala permasalahan di sawah harus diupayakan dengan pendekatan organik. Kuswana meyakinkan bahwa prinsip itu bukan isapan jempol. Saat padi milik anggota terserang penyakit hawar daun atau biasa disebut kresek (bacterial leaf blight), misalnya, dia memperkenalkan coryne, bakteri antagonis bagi Xanthomonas campestris pv oryzae yang memici penyakit kresek. Sifatnya yang patogen mampu menekan serangan dan mengurangi risiko kerusakkan tanaman.
Bersama pengurus paguyuban yang lain, seperti Endang Muharam, Endang Yarmedi dan Hasan, Kuswana menjembatani kebutuhan informasi petani.
Kuswana dan PPO Purwakarta juga mengembangkan Trychogramma spp, agen hayati parasitoid bagi hama penggerek batang, serta trychoderma sp bagi jamur tumbuhan.
Selain bakteri dan mikroorganisme menguntungkan, Kuswana juga mendorong paguyuban untuk terus mencari formula pestisida nabati baru yang lebih ampuh. Beragam bahan dari alam, seperti lengkuas, serai, bengkuang, daun saga, berenuk, rimpang pangkay, daun mimba, ubi gadung, daun sirsak, buah maja, hingga air seni kambing, telah biasa mereka pakai sebagai pestisida nabati. Fungsi pupuk urea, SP 36, NPK, dan jenis lainnya digantikan dengan jerami, pohon pisang, serbuk gergaji, sekam, dan beragam kotoran hewan.
Kuswana juga mengajak petani mengembangkan sendiri mikroorganisme pengurai. Kini sejumlah petani telah mahir. Jika berlebih, mereka dengan senang hati membagikannya kepada petani lain yang butuh. Di kalangan petani organik Purwakarta, produk buatan sendiri itu biasa disebut "moretan", singkatan dari mikroorganisme rekan petani.
Menguntungkan
Dengan beragam upaya itu, petani menjadi lebih mandiri. Mereka tak perlu membeli pupuk, pestisida, dan dapat menghemat modal lebih dari 50 persen atau kurang dari Rp.2 juta per hektar. Pada musim tanam kelima dan seterusnya dengan pola organik, petani bahkan dapat menekan ongkos produksi hingga kurang dari Rp. 1 juta per hektar seiring dengan membaiknya kualitas tanah.
Kepada petani baru, Kuswana senantiasa mempromosikan keuntungan menerapkan pola organik. Saat harga beras non organik di pasar-pasar tradisional Purwakarta Rp.4.900-Rp.5.800 per kilogram, petani anggota paguyuban dapat menjual beras hasil panennya dengan harga Rp.7.000-Rp.10.000 per kilogram.
Kini sejumlah petani organik anggota paguyuban telah memiliki pelanggan. Para pelanggan itu antara lain pegawai negeri di pemerintahan daerah, karyawan swasta, juga pedagang dan kenalan di Jakarta atau Bandung.
Tiga tahun terakhir, demplot dan sawah milik paguyuban sering dikunjungi petani dan petugas pertanian dari luar Purwakarta untuk studi banding. Paguyuban pun berkembang. Kelompok Tani Mukti, salah satu anggota paguyuban, misalnya, dipercaya memproduksi pupuk kandang untuk mendukung program go organik yang dicanangkan pemerintah pada tahun ini.
Dikutip dari KOMPAS, SENIN, 18 OKTOBER 2010
http://sutarko.blogspot.com/
Kuswana, Membangun Kemandirian Petani
Bakteri pengurai
Sueb : Din ! dua minggu katukang kuring ninggali treuk muat kueh tiguling,kasawah euy, untung sawah na can dipelakan pare.
Udin : di Mana ?
Sueb : di Daerah pasawahan purwakarta,
Udin : Terus kumaha ?
Sueb : Minggu kamari kuring kadinya deui, ditinggalian treuk teh geus euweuh, kamana nya ?
Udin : etateh ancur ku bakteri pengurai sabab didinyamah sawahna geus teu ngagunakaeun sabangsa kimia sarupaning pupuk buatan pabrik jeung pestisida estuning ngagunakeun bahan organik. alias pertanian organik.
Sueb : hebatnya bakteri pengurai teh
Celeuketeuk Paguyuban
Langganan:
Postingan
(
Atom
)